Jumat, 23 Juli 2010

bahan tambahan buat M.O : PERANCANGAN PROSES PRODUKSI KAPUR AKTIF UNTUK MENINGKATKAN MUTU PRODUK YANG RAMAH LINGKUNGAN DG METODE TAGUCHI MULTI RESPON

PERANCANGAN PROSES PRODUKSI KAPUR AKTIF
UNTUK MENINGKATKAN MUTU PRODUK
YANG RAMAH LINGKUNGAN
DENGAN METODE TAGUCHI MULTI RESPON

Abstrak
Usaha Kecil Menengah (UKM) Kapur Aktif di Sentra Industri Desa Pongangan dan Desa Suci adalah salah satu UKM yang bergerak dibidang pembuatan kapur aktif (CaO). Pergeseran paradigma bisnis mulai merambah ke produk yang lebih akrab terhadap lingkungan, sehingga diharapkan produk lebih mempunyai kualitas yang lebih tinggi namun disisi lain mempunyai dampak terhadap lingkungan yang seminimal mungkin. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar atau konsentrasi kalsium oksida (CaO) dan parameter CO2 sebagai hasil emisi yang dikeluarkan.
Karakteristik faktor yang digunakan dalam mengkondisikan pembuatan produk sangat berperan dalam menentukan respon CaO dan CO2. Identifikasi variabel respon kualitas didasarkan pada persyaratam mutu Standard Nasional Indonesia (SNI) tentang produk kapur, sedangkan identifikasi variabel respon lingkungan berdasarkan skoring aspek dan dampak lingkungan (BAPEDAL) selama tahapan proses bisnisnya. Dari identifikasi faktor terkontrol diperoleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kedua respon adalah jenis bahan baku, jenis bahan pembakar, dan ukuran partikel batu kapur. Eksperimen dilakukan dengan dua level faktor yang berbeda.
Metode yang digunakan untuk mendesain setting parameter optimal untuk kedua respon yaitu Taguchi Multi Respon dengan menerapkan prosedur TOPSIS untuk kriteria evaluasi yang konfliktual. Bobot tingkat kepentingan relatif kriteria menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Dari hasil analisa dipilih kombinasi level faktor optimum serempak dengan prediksi rata-rata kadar CaO 71.52% dan rata-rata parameter CO2 1866.25 ppm dengan estimasi saving sebesar Rp. 665.000 per sekali pembakaran.
Kata kunci : Desain Eksperimen, Metode Taguchi, TOPSIS, Produksi CaO.

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Iklim bisnis yang semakin kompetitif menuntut adanya pergeseran perhatian para pelaku bisnis yang tidak hanya berorientasi pada kualitas produk, namun juga pada bisnis proses yang lebih mengarah kepada perhatian lingkungan, hal inilah yang mendorong berkembangnya konsep green industri.
Banyak upaya yang telah didesain dalam membuat produk yang lebih ramah lingkungan. Metode–metode yang dipakai dalam mendesain produk tersebut antara lain; Green Quality Function Deployment (GQFD)(Zhang dkk, 1999., Dong dkk, 2001), Green Concurrent Engineering (Karlsson, 2001), Life Cycle Design (LCD)(Hunkeler, 2003), Life Cycle Assessment (LCA)(Curran, 1996), sustainable and robust design (Mgana, 2003) dan topik–topik green product design lainnya.
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan merupakan pertimbangan bagi industri untuk menentukan strategi perancangan dan pengembangan produk, yakni dengan terus berusaha untuk meningkatkan perhatian pada dampak negatif terhadap lingkungan.
Melalui pertimbangan peningkatan kesadaran konsumen terhadap produk, lingkungan (green consumer) dan kesadaran industri untuk mengembangkan serta mendesain produk yang sustainable, perlu dibuat suatu pendekatan untuk mendesain dan mengembangkan produk yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan sekecil mungkin (sustainable development).
Sentra industri kapur aktif (CaO) yang berlokasi di Desa Pongangan dan Desa Suci, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik merupakan salah satu sentra industri yang cukup berpotensi untuk dikembangkan, didukung oleh kemudahan dalam ketersediaan bahan bakunya berupa tanah yang banyak mengandung batu kapur. Banyaknya industri besar dan kecil yang ada di wilayah Gresik merupakan faktor yang ikut mendorong perlu dikembangkannya sentra industri tersebut, dimana perusahaan tersebut sedikit banyaknya memerlukan kapur aktif (CaO) untuk keperluan proses produksinya.
Ditambah lagi dengan masalah dampak lingkungan yang ditimbulkan selama proses pembakaran (berupa kepulan asap tebal yang menggangu pernafasan). Dari reaksi kimia yang terjadi pada proses pembakaran batu kapur, emisi dominan yang ditimbulkan berupa kandungan CO2 (Oates, 1998)
Menurut Dr. Pieter Tans ilmuan dari Lembaga Kelautan dan Atmosfir Nasional AS (NOAA) telah meneliti sampel udara yang diambil dari berbagai daerah diseluruh dunia tercatat bahwa ada kenaikan gas CO2 diatmosfir melebihi rata-rata yaitu 381 ppm atau sekitar 100 ppm diatas tingkat rata-rata. Penelitian ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2005 terjadi peningktan sebesar 2,6 ppm, sehingga memicu kekhawatiran global
adanya perubahan iklim secara tiba-tiba. (Sumber : Surya, 16 Maret 2006).
Pemanasan global (global warming) terjadi karena penyebaran CO2, N2O, CH4 dan halokarbon. Gas-gas tersebut biasanya disebut green house gas (GHG). Para pakar mengingatkan bahwa atmosfir di bumi tidak boleh dijelajahi GHG melebihi 400 ppm agar dapat mempertahankan pemanasan global pada angka dua derajat celcius. GHG yang dianggap paling betanggung jawab atas pemanasan gobal adalah CO2. (Karasik, 2001 eia report, 2002).
Dengan adanya permasalahan diatas, maka perlu dibuat suatu penelitian yang arahnya dapat meningkatkan kualitas produk yang lebih ramah lingkungan. Pada penelitian ini definisi kualitas produk kapur aktif mengacu pada Standard Nasional Indonesia yang direkam dalam voice of customer, parameter dampak lingkungan akan diturunkan dari skoring aspek dan dampak lingkungan (BAPEDAL) berdasarkan sifat-sifat fisik dan kimiawi yang terjadi dan selanjutnya akan dilakukan percobaan dengan menggunakan metode taguchi multi respon untuk mengetahui kombinasi level faktor yang optimal yang berpengaruh pada peningkatan kualitas produk dan minimasi dampak lingkungan pada proses poduksi.

2. Perumusan Masalah
Dari gambaran latar belakang permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu bagaimana mendesain sebuah produk kapur aktif yang berkualitas dan lebih ramah terhadap lingkungan serta penghematan yang diperoleh setelah melakukan pengoptimalan proses produksi.

3. Tujuan penelitian
a.Mengetahui parameter–parameter kualitas produk kapur aktif yang signifikan.
b.Mengetahui tingkat signifikansi aspek dan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh produk kapur aktif mulai dari ekstraksi bahan baku sampai proses pembakaran.
c.Mengetahuhi faktor–faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kualitas dan variabel ramah lingkungan produk kapur aktif (CaO).
d.Mengetahui besar konstribusi dari faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel respon.
e.Mengetahui kombinasi optimum level faktor terhadap variabel respon secara serempak.
f.Mengetahui estimasi saving yang akan didapatkan setelah melakukan pengoptimalan proses.
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada sentra industri kapur aktif mengenai parameter-parameter signifikan kualitas produk kapur aktif yang ramah lingkungan, tingkat signifikansi aspek ataupun dampak lingkungan dan memberikan informasi tentang faktor–faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kualitas dan variabel ramah lingkungan. Selain itu juga diharapkan akan memberikan informasi besarnya konstribusi dan kombinasi faktor dominan terhadap variabel respon, dan estimasi saving yang akan diperoleh setelah dilakukan pengoptimalan proses.
5. Batasan dan Asumsi
Batasan dalam penelitian ini adalah :
a.Obyek yang diteliti hanya pada pengusaha kapur aktif yang ada di Desa Pongangan dan Desa Suci.
b.Parameter dampak lingkungan yang diteliti hanya pada parameter CO2
Asumsi :
a.
Pengambilan sampel diambil secara acak pada tiap eksperimen sebagai wakil dari produk sampel tersebut.
b.Proses produksi berjalan normal ketika penelitian dilakukan
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Desain Eksperimen Dengan Metode Taguchi
Taguchi (2001) menyatakan bahwa metode taguchi merupakan metodologi baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses serta dapat menekan biaya kualitas dan resources seminimal mungkin. Sasaran metode tersebut adalah menjadikan produk tidak sensitif terhadap noise, sehingga disebut sebagai robust design.
Ross (1996) menjelaskan bahwa filosofi metode taguchi terhadap kualitas terdiri dari tiga buah konsep, yaitu :
1.Kualitas harus didesain kedalam produk dan bukan sekedar memeriksanya.
2.Kualitas terbaik dicapai dengan meminimkan deviasi dari target, produk harus didesain sehingga robust terhadap faktor lingkungan yang tidak dapat dikontrol.
3.Biaya kualitas harus diukur sebagai fungsi deviasi dari standart tertentu dan kerugian harus diukur pada seluruh tahapan hidup produk.
2. Metode Taguchi Yang Sustainable (Sustainable Robust Design)
Sustainble robust design adalah suatu desain yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif lingkungan melalui desain yang lebih peka terhadap lingkungan/green design (http://www.autodesk.com/revit)
Prinsip kunci dalam green design adalah sustainability. Dalam Burall (1991) mendefinisikan sustainable development sebagai pengembangan produk yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengabaikan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Menurut Karlson (2001), mendefinisikan green sebagai suatu aktivitas yang dilakukan dalam mendesain produk dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh siklus hidup produk, untuk meningkatkan tingkat kompetitif, meningkatkan nilai tambah market, menurunkan biaya atau untuk memenuhi permintaan keberlangsungan dan pengaturan lingkungan.
Dalam Hundal (2000), menjelaskan bahwa design for environment memiliki dua tujuan yaitu untuk mencegah limbah dan mengoptimalkan penggunaan material. Mengurangi penggunaan material tidak hanya mengurangi biaya produk tetapi dilakukan untuk mengurangi limbah, emisi dan energi yang dikeluarkan oleh material.
Green design memiliki empat tujuan yang jika diimplementasikan dalam desain produk akan dapat meningkatkan produksi yang ramah lingkungan, berkualitas dan ekonomis. Tujuam green design antara lain : mengurangi limbah, manajemen material, mencegah polusi, perbaikan produk.
3. Prosedur TOPSIS untuk Taguchi Multirespon
Penggunaan metode taguchi hanya dapat digunakan untuk persoalan respon tunggal, sedangkan untuk persoalan multi respon tidak dapat digunakan. Akan tetapi seringkali konsumen menginginkan untuk mempertimbangkan lebih dari satu karakteristik kualitas (respon) pada produk secara simultan.
Tong dan Su (1995) memperkenalkan prosedur TOPSIS (Technique For Order Preferrence For Similarity To Ideal Solution) untuk menangani persoalan multi-dimensi dari metode taguchi. Prosedur TOPSIS dikembangkan melalui aplikasi fuzzy set pada Multiple Attribute Decision Making (MADM).
4. Batu Kapur (Lime Stone)
Oates (1998) mendefinisikan batu kapur sebagai batuan padat yang mengandung banyak kalsium karbonat,
berwarna putih, abu–abu kuning tua, abu-abu kebiruan, jingga dan hitam.
Berat jenisnya 2,6 – 2,8 gr/cm3 dan dalam keadaan murni berbentuk kristal kalsit, terdiri dari CaCO3. apabila diberi larutan asam (HCL), batu kapur akan larut dan mengeluarkan gas tak berbau yaitu CO2, kalsinasi batu kapur pada suhu agak tinggi akan melepaskan gas CO2 dan sisanya disebut “quicklime“ yang terdiri dari kalsium oksida (CaO). Apabila quiklime tersebut di beri air, maka akan terjadi penghidaratan yang cepat menjadi kalsium hydroksida (Ca(OH)2) atau disebut “hydrated lime“ (Oates,1998).
Kalsit dalam jumlah kecil terbentuk sebagai hasil reaksi air yang mengandung karbonat dengan kalsium silikat. Selain itu merupakan juga komponen dari batuan sediment.
5. Sifat–sifat fisik dan kimia batu kapur (limestone)
Dalam Oates (1998), warna batu kapur menggambarkan tingkat dan kealamian dari adanya pengotor (impurity). Warna putih mempunyai kemurnian yang tinggi, warna abu-abu dan corak gelap disebabkan oleh material karbon atau sulfida besi, kuning dan warna susu atau merah mengindikasikan adanya campuran besi dan mangan. Jadi impurity pada batuan kapur akan menghasilkan perbedaan warna dan pola.
6. Aspek dan Dampak Lingkungan
Suratmo (1993) menjelaskan bahwa dalam hal menganalisis dampak lingkungan, hal-hal khusus yang perlu dipertimbangkan pada pendugaan dampak lingkungan suatu industri adalah aspek fisik dan kimia dari produk selama proses produksi berlangsung. Salah satu dampak lingkungan hasil produksi suatu industri adalah adanya limbah.
Wijayanto (2005) dalam penelitianya menggunakan skoring aspek dan dampak lingkungan guna mengintegrasikan sistem manajemen lingkungan dan integrated environment performance management system untuk mengukur dan memonitor kinerja lingkungan serta untuk mengetahui pengaruh dari aktivitas produksi terhadap dampak lingkungan.
Untuk mengidentifikasi tingkat signifikansi dampak lingkungan, baik skala global, regional ataupun lokal dapat menggunakan skoring aspek dan dampak lingkungan (Astuti, 2004).
C. METODE PENELITIAN
1. Identifikasi Variabel Respon
Identifikasi variabel penelitian dilakukan untuk menentukan variabel-variabel respon yang akan diukur dalam penelitian. Variabel respon yang arahnya pada kualitas diperoleh dari voice of customer dengan merujuk pada Standard Nasional Indonesia tentang produk CaO. Variabel respon yang arahnya pada keramahan lingkungan diperoleh dari skoring aspek dan dampak lingkungan yang paling signifikan yang dasar acuannya pada sifat-sifat fisik dan kimia dari limestone. Dari data awal diperoleh parameter respon sebagaimana tabel 3.1.
Tabel 3.1. Parameter respon
Respon Perbaikan Kualitas
Respon Ramah Lingkungan
Kadar CaO (%)
Parameter CO2 (ppm)
2. Penentuan Karakteristik Kualitas
Pada tahap ini dilakukan penentuan karekteristik kualitas yang akan dipakai dalam penelitian. Dalam taguchi, karakteristik kualitas dapat berupa Smaller The Better (STB), Larger The Better (LTB), dan Nominal The Better (NTB).
Karakteristik kualitas dalam penelitian ini sebagaimana pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Karakteristik respon
Respon
Kadar CaO
Parameter CO2
Karakteristik Kualitas
LTB
STB
3. Penentuan Faktor dan Level
Faktor dan level ditentukan berdasarkan parameter-parameter sifat-sifat fisik & kimia dari limestone, proses produksi yang berlangsung, juga
brainstorming yang dilakukan dengan para pengusaha kapur aktif.
Dari pengamatan awal yang telah dilakukan diperoleh beberapa faktor yang diduga sangat berpengaruh terhadap respon kualitas maupun repon lingkungan sebagaimana terlihat pada tabel 3.3. dibawah.
Tabel 3.3. Identifikasi faktor dan level
Faktor
Level
Jenis Bahan Baku (A)
Putih Kekuningan
Putih Kecoklatan
Jenis Bahan Pembakar (B)
Kayu Lapis
Kayu Pejal
Ukuran Partikel Batu Kapur (C)
± 20–30 Cm
±30–50 Cm
4. Pemilihan Matrik Orthogonal Array
Dasar pertimbangan pemilihan matrik orthogonal array adalah jumlah faktor dan jumlah level yang akan dikondisikan pada pelaksanaan eksperimen.
Dari jumlah faktor maupun level yang ada serta interaksi yang dimungkinkan terjadi antara faktor A dengan B, B dengan C, diperoleh derajat bebas total 5, sehingga dipilih Orthogonal Array L8(27).
5. Eksperimen
Untuk pengujian parameter ramah lingkungan dilakukan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) – Surabaya, pengujian parameter kualitas dilakukan di Lab. PT. Petrokimia Gresik.
Alat ukur (instrumen) untuk uji kadar CaO menggunakan titrasi HCL, sedangkan uji emisi CO2 menggunakan gas analizer (automatic analyzer).
6. Pengolahan Data
Dalam pengolahan data dilakukan beberapa perhitungan, diantaranya adalah S/N ratio, Analisis of Variance, Pooling Factor, Persen konstribusi, dan perhitungan faktor optimal. Apabila diperoleh kombinasi kedua respon yang tidak sama, akan dilakukan prosedur TOPSIS. Pengolahan data dengan menggunakan bantuan Software Minitab 14.
7. Prosedur TOPSIS
Prosedur ini digunakan untuk mengagregasi dua kobinasi optimal yang berbeda untuk tiap variabel responnya dengan mempertimbangkan bobot relatif tiap variabel respon (Tong dan Su, 1995). Asumsi yang digunakan dalam prosedur TOPSIS ini adalah tingkat kepentingan relatif masing-masing respon. Pada prosedur tersebut akan dihitung indeks performansi yang disebut dengan nilai TOPSIS, dimana semakin kecil nilai TOPSIS menunjukkan semakin baik alternatif kombinasi yang diperoleh.
Pada prosedur ini akan dihitung normalisasi crift score untuk memperoleh nilai bobot yang mewakili tingkat kepentingan relatif masing-masing kriteria dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP), kemudian dihitung nilai S/N untuk masing-masing variabel respon sampai dengan perhitungan ukuran pemisah tiap alternatif (respon) terhadap solusi ideal ataupun solusi negatif (Hwang, 1992).
8. Estimasi Saving
Tahap ini dilakukan perhitungan estimasi saving yang bisa didapatkan oleh sentra industri kapur aktif, dengan membandingkan total biaya produksi sebelum dan setelah dilakukan perbaikan dengan menggunakan metode taguchi.
9. Analisa dan Interpretasi
Pada tahap ini hasil pengolahan data dianalisa dan diinterpretasikan guna menjawab tujuan dalam pelaksanaan penelitian. Perbedaan yang terjadi antara dugaan dengan hasil akan menjadi bahan interpretasi.
10. Kesimpulan dan Saran
Tahap akhir dari penelitian adalah penarikan kesimpulan. Dari kesimpulan akan didapatkan usulan/saran yang akan diberikan kepada para pengusaha kapur aktif (CaO) yang ada di Desa Pongangan dan Desa Suci dalam rangka perbaikan
kualitas maupun proses produksi yang ramah lingkungan.
Studi Pendahuluan
D. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Tabel 4.6. memperlihatkan hasil dari eksperimen yang telah dilakukan dengan pengulangan sebanyak dua kali.
Tabel 4.6. Tabel Rangkuman Penelitian Pengepul Batu Kapur
CaO (%)
CO2 (ppm)
Eksp.
Rep.1
Rep.2
Rep.1
Rep.2
1
72.41
72.40
1919
1956
2
68.13
68.17
2027
1945
3
71.43
71.46
1859
1853
4
66.29
66.46
1977
1968
5
71.22
71.14
1899
1857
6
67.48
67.43
2061
1834
7
72.04
72.06
2010
1861
8
67.97
67.78
2042
2103
1. Pengaruh Faktor Terhadap Rata-rata Respon
Masing-masing faktor akan diuji pengaruhnya terhadap rata-rata respon, baik untuk respon CaO maupun respon CO2.
a. Analisa Variansi (ANOVA)
Untuk menguji hipotesa mengenai faktor–faktor yang berpengaruh terhadap rata-rata variabel respon digunakan uji analisa variansi.
Tabel 4.7. ANOVA Terhadap Rata-rata Respon CaO
Source
DF
SS
MS
F
Hitung
P
Value
A
1
0.26
0.26
1.15
0.396
B
1
2.03
2.03
8.92
0.096
C
1
37.08
37.09
163.43
0.006
AB
1
0.004
0.004
0.02
0.903
BC
1
0.017
0.017
0.07
0.812
Error
2
0.45
0.227
Total
7
39.85
Tabel 4.8. ANOVA Terhadap Rata-rata Respon CO2
Source
DF
SS
MS
F
Hitung
P
Value
A
1
957
957
0.76
0.48
B
1
9626
9626
7.67
0.11
C
1
17252
17252
13.74
0.07
AB
1
831
831
0.66
0.50
BC
1
0
0
0.00
0.99
error
2
2510
1255
Total
7
31175
b. Pooling Faktor & Persen Konstribusi
Pooling faktor dimulai dari jumlah kuadrat terkecil dari faktor yang tidak signifikan digabungkan dengan jumlah kesalahan (error). Prosedur pooling direkomendasikan sampai derajat bebas error mendekati setengah dari derajat bebas total, dan apabila masih terdapat faktor yang tidak signifikan maka faktor tersebut diabaikan.
Tabel 4.9. ANOVA Untuk Kontribusi Respon CaO
Source
Pool
SS
MS
SS’
P (%)
A
0.26
0.26
B
2.03
2.03
1.87
4.70
C
37.09
37.09
36.93
92.69
AB
Y
0.004
0.004
BC
0.017
0.017
Error
0.46
0.15
1.04
2.61
Total
39.85
Tabel 4.10. ANOVA Untuk Kontribusi Respon CO2
Source
Pool
SS
MS
SS’
P (%)
A
957
957
B
9626
9626
C
17252
17252
16415
52.6
AB
830
830
BC
Y
0
0
Error
2510
837
14760
47.4
Total
31175
c. Kombinasi Level Optimum
Penentuan kondisi optimal digunakan untuk mengetahui level dari tiap faktor yang berpenaruh secara signifikan yang dapat mengoptimalkan variabel respon. Tabel respon setiap faktor dapat dilihat pada tabel 4.11 & 4.12.
Tabel 4.11. Tabel Respon Pengaruh Faktor Berdasarkan Rata-rata Respon CaO
Faktor
Level
A
B
C
Level 1
69.80
70.12
71.77
Level 2
69.44
69.11
67.46
Selisih
0.36
1.01
4.31
Rangking
3
2
1
Tabel 4.12. Tabel Respon Pengaruh Faktor Berdasarkan Rata-rata Respon CO2
Faktor
Level
A
B
C
Level 1
1937
1983
1902
Level 2
1959
1914
1995
Selisih
22
69
93
Rangking
3
2
1
Dari tabel diatas dapat diketahui faktor–faktor yang paling berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar CaO secara berturut-turut adalah faktor C, B, A. Kombinasi level faktor optimum berdasarkan rata-rata kadar CaO adalah faktor C1, B1, A1 .
Sedangkan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap dampak lingkungan berupa kandungan CO2 adalah faktor C, B, A. Kombinasi level faktor optimum rata-rata kandungan CO2 adalah faktor C1, B2, A1 .
2. Penentuan Faktor dan Kombinasi Secara Serempak Berdasarkan rasio S/N
Perhitungan detail nilai TOPSIS disajikan pada lampiran 3.
Tabel 4.24. Nilai rata-rata TOPSIS Faktor Utama (S/N)
Faktor
Level
Rata-rata TOPSIS
Kondisi
Level 1
0.4303
Optimal
Faktor A
Level 2
0.4778
Level 1
0.4750
Faktor B
Level 2
0.4330
Optimal
Level 1
0.1790
Optimal
Faktor C
Level 2
0.7290
Dari tabel 4.24. diketahui bahwa faktor-faktor utama yang mempunyai nilai TOPSIS terkecil adalah A1, B2 dan C1 secara signifikan terhadap kedua respon secara serempak.
3. Prediksi Optimum Respon Serempak
Faktor–faktor yang berada pada kondisi optimal berdasarkan rata-rata kedua respon adalah faktor A level 2, faktor B level 1, faktor C level 1. Sedangkan faktor–faktor yang berada pada kondisi optimal berdasarkan rasio S/N kedua respon adalah faktor A level 1, faktor B level 2, faktor C level 1. Nilai prediksi optimumnya pada tabel 4.25. & 4.26.
Tabel 4.25. Nilai Prediksi Optimum Serempak Berdasarkan Rata-rata
μ prediksi
S/N prediksi
Respon
CaO (%)
CO2 (ppm)
CaO (%)
CO2 (ppm)
Value
72.07
1957.63
37.15
-65.83
Tabel 4.26. Nilai Prediksi Optimum Serempak Berdasarkan rasio S/N
μ prediksi
S/N prediksi
Respon
CaO (%)
CO2 (ppm)
CaO (%)
CO2 (ppm)
Value
71.52
1866.25
37.09
-65.42
Dikarenakan tujuan utama dari perancangan eksperimen dengan taguchi adalah pencapaian keseragaman output sehingga dari hasil perancangan atau pemilihan level faktor tersebut menjadi tidak sensitif terhadap faktor lingkungan (faktor noise) dan juga menghasilkan output yang sebagus mungkin, dan pada penelitian ini ada muatan desain yang akrab lingkungan maka dipilih kombinasi level faktor serempak berdasarkan rasio S/N yaitu kombinasi dari level faktor A1, B2 dan C1.
4. Estimasi Saving
Tabel 4.28. Analisa Biaya
Variabel
Kondisi Awal
(A1&2B1&2C1&2)
Kondisi Optimum Percobaan (ABC)
Bahan Baku
@Rp. 100.000 x 13 truck
@Rp. 200.000 x 13 truck
Bahan Pembakar
@Rp. 350.000 x 9 truck
@Rp. 425.000 x 9 truck
Tenaga Kerja
@Rp. 400.000 x 3 orang
@Rp. 400.000 x 3 orang
Overhead
Rp. 500.000
Rp. 500.000
Total
Rp. 6.150.000
Rp. 8.125.000
Harga kapur aktif untuk kondisi awal pada saat ini adalah Rp. 300/kg, sedangkan harga kapur aktif apabila setting faktornya seperti pada kondisi optimum percobaan
adalah Rp. 410/kg. Hal ini disebabkan harga kapur aktif ditentukan dari banyaknya konsentrasi/kadar CaO yang digunakan. Semakin banyak kadarnya semakin mahal harga kapur aktif tersebut. Pada kasus ini dapatlah dibandingkan keuntungan pada kondisi awal adalah Rp.7.200.000 - Rp.6.150.000 = Rp. 1.050.000, sedangkan kondisi optimal adalah Rp.9.840.000 - Rp.8.125.000 = Rp. 1.715.000, selisih antara keduanya adalah Rp. 665.000, sehingga lebih bernilai ekonomis dan dampaknya terhadap lingkungan lebih menguntungkan.
E. ANALISA DAN INTERPRETASI
Berdasarkan informasi dari pengolahan data yang telah ada, dapat dilakukan analisa dan interpretasi mengenai data-data yang telah diolah.
1. Analisa Standard Nasional Indonesia (SNI) CountPercentAspek LingkunganCount1.61.63.8Cum % 86.893.094.696.2100.03937528357297291710Percent86.86.2OtherPegambilan kapurPegambilan arangPemindahanbahan baku ke tungkuProses pembakaran50000400003000020000100000100806040200Pareto Chart of Aspek Lingkungan
Dari beberapa persyaratan mutu yang ada pada SNI yang meliputi; kadar CaO, ukuran butiran (mesh), kadar MgO, prosentase bahan yang tidak terlarut (insoluble matter), daya serap air, kuat tekan. Terlihat adanya indikasi bahwa persyaratan mutu yang paling dominan untuk disyaratkan dibeberapa pemakaian adalah kadar CaO. Semakin tinggi kadar CaO maka tingkat kualitas dari produk kapur akan semakin bagus.
2. Analisa Skoring Aspek dan Dampak Lingkungan (BAPEDAL)
Berdasarkan pada hasil skoring aspek dan dampak lingkungan pada tabel 4.2., dimana masing-masing tahapan aktivitas pada businesss process dilakukan skoring untuk mengetahui adanya signifikansi dampak yang terjadi. Pada tahapan proses pembakaran skoring dampaknya adalah 39.375, artinya pada proses atau tahapan ini terindikasi adanya dampak terhadap lingkungan yang signifikan. Apabila ditelusuri secara reaksi kimia pada proses pembakaran kapur, batuan kapur yang ada dialam/sebelumdibakar berupa CaCO3 jika dibakar dengan baha pembakar berupa kayu, dimana pembakaran kayu akan menghasilkan panas, panas terjadi dikarenakan ada rekasidengan oksigen, pada suhu kalsinasi akan terjadi penguraian CaCO3 menjadi CaO dan gas/emisi dominan yang akan dikeluarkan sebagai hasil dari reaksi pembakaran adalah gas CO2. Gas CO2 adalah salah satu parameter green house gas yang akan menyumbangkan dampak pada lingkungan sekitar. Aktivitas kedua penyumbang dampak adalah proses pemindahan bahan baku ke tungku pembakaran, hal ini terkait dengan emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan pengangkut dan debu yang ditimbulkan pada saat transportasi, namun pada proses bisnis ini tidak seberapa signifikan karena skore dampaknya hanya sebesar 2835. Berturut-turut konstribusi dampak dapat ditunjukkan pada gambar 5.1.
Gambar 5.1. Diagram Pareto Aspek Lingkungan
3. Analisa Ketidaksignifikanan Faktor Dominan
Melaui ANOVA (Analysis of Varians) pengaruh level faktor terhadap rata-rata respon ataupun variabilitas respon dapat diamati melalui parameter-parameter signifikansi baik berupa P value maupun F tabelnya sehingga nantinya bisa dijustifikasi apakah berada pada daerah penerimaan (gagal menolak Ho) yang artinya tidak ada pengaruh faktor terhadap respon secara signifikan ataupun daerah penolakan (menolak Ho) yang artinya ada pengaruh faktor terhadap respon secara signifikan.
Beberapa penyebab yang diduga menjadi pemicu tidak adanya pengaruh dari faktor-faktor yang telah diset antara lain disebabkan oleh pekerjanya, ataupun desain tungkunya, metode dan materialnya sendiri. Secara detail akan digambarkan seperti pada gambar 5.2.
Gambar 5.2. Diagram Sebab Akibat
Pada gambar diagram sebab akibat menunjukkan bahwa ketidaksignifikanan faktor disebabkan oleh :
• Personnel
Pada desain eksperimen diawal sudah ditentukan masing-masing level faktor yang akan dikondisikan, dimana untuk pemilihan bahan baku terdiri dari bahan baku warna putih kekuningan dan putih kecoklatan. Diduga bahwa ketelitian pemilahan bahan baku menjadi salah satu penyebab. Selain itu juga ketelitian dalam pemilahan antara bahan pembakar berupa kayu lapisan ataupun kayu pejal juga menjadi pemicu ketidaksignifikanan faktor.
• Tungku
Proses terjadinya kalsinasi atau penguraian kalsium karbonat (CaCO3) menjadi kalsium oksida (CaO) terjadi pada suhu 900oC, artinya pada suhu tersebut terjadi pemisahan sempurna dari CaCO3 menjadi CaO. Dikarenakan desain tungku yang sederhana (terbuka dengan udara luar) maka diduga panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan pembakar tidak dapat memaksimalkan suhu/panas. Padahal secara teoritis terurainya kalsit (partikel CaCO3) hanya membutuhkan 760 kcal/kg sementara bahan pembakar berupa kayu apabila terbakar dengan sempurna bisa menghasilkan 403 kcal/kg, artinya untuk memperoleh 760 kcal hanya membutuhkan 1,8 kg kayu (Oates,1998).
• Methods
Pada eksperimen yang telah dilakukan, pemasukan bahan pembakar dilakukan secara manual. Hal ini sangat memungkinkan sekali terjadinya ketidakstabilan nyala api dikarenakan kayu pembakar dimasukkan ke tungku pembakar secara manual. Ketidakstabilan nyala api akan menyebabkan jumlah kalori yang dikeluarkan tidak maksimal, padahal kayu yang dipakai sebagai bahan pembakar sebesar ± 8000 kg (8ton).
• Material
Secara teoritis perbedaan warna antara bahan baku berupa batu kapur memiliki tingkat impurity ataupun tingkat kandungan CaCO3 yang berbeda. Dimana CaCO3 adalah komponen utama dalam produk kapur aktif. Pembedaan jenis material melalui perbedaan warna dengan visual sangat memungkinkan terjadinya kesalahan.
4. Analisa Prediksi Optimum Individual Respon
Rata–rata respon yang optimal diperoleh dari prediksi masing-masing respon dengan melibatkan level faktor yang mempunyai pengaruh secara signifikan. Dari hasil pengolahan dari level faktor untuk respon CaO dapat diprediksikan rata–rata optimum kadar CaO adalah 72.39% sedangkan untuk respon CO2 adalah 1866.25 ppm.
Rata–rata rasio S/N optimal diperoleh dari prediksi rasio S/N dengan melibatkan level faktor yang mempunyai pengaruh secara signifikan. Dari hasil pengolahan dari level faktor diatas maka dapat diprediksikan rata–rata rasio S/N respon CaO adalah 37.19 sedangkan respon CO2 adalah -65.42.
5. Analisa Kombinasi Level Faktor Secara Serempak
Mengingat hampir semua produk hasil manufaktur selalu mempunyai beberapa karakteristik kualitas, dimana masing-masing karakteristik kualitas tersebut harus dapat memenuhi spesifikasi tertentu demi memenuhi kebutuhan dan preferensi konsumen yang semakin kompleks, maka diperlukan suatu setting yang dapat mengoptimumkan kedua respon secara sekaligus. Untuk mencapai tujuan ini, digunakan metode taguchi dengan pendekatan nonkonvensional, yaitu pendekatan prosedur TOPSIS untuk penyelesaian masalah-masalah taguchi multi respon
Dikarenakan kombinasi level faktor optimum untuk respon CaO dan CO2 berbeda maka diperlukan diperlukan prosedur TOPSIS untuk mengagregasi antara dua kepentingan tersebut diatas.
Tabel 5.1. Perbandingan Level Faktor Optimal
Mean
Rasio S/N
Fktr
CaO
CO2
CaO
CO2
Topsis
Mean
Topsis
S/N
A
1
1
1
1
2
1
B
1
2
1
2
1
2
C
1
1
1
1
1
1
Dari tabel 5.1. dapat disimpulkan bahwa kombinasi level faktor secara serempak pada kedua respon berdasarkan rata-rata respon adalah faktor A2, B1, dan C1 sedangkan kombinasi level faktor secara serempak berdasarkan rasio S/N respon adalah faktor A1, B2, dan C1. Hal menarik yang perlu dicermati adalah level faktor C1 yaitu ukuran partikel batu ± 20 – 30 cm menjadi level faktor yang selalu konsisten dibeberapa kondisi baik pengaruh rata-rata respon ataupu variabilitas/rasio S/N dari respon itu sendiri. Artinya level faktor C1 adalah setting level faktor yang memberikan konstribusi serempak paling tinggi untuk mendapatkan kadar CaO yang tinggi dengan emisi CO2 yang rendah.
Pada tabel diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa level faktor C1 berada pada kondisi optimal kedua TOPSIS. Hal ini dikarenakan dengan pemilihan ukuran partikel batu kapur yang lebih kecil, maka luasan permukaan yang terbakar semakin besar dan diharapkan dengan ukuran tersebut bongkahan batu kapur dapat terbakar dengan sempurna (matang secara keseluruhan).
6. Analisa Prediksi Optimum Respon Serempak
Pada tabel 4.25. & 4.26. disajikan nilai prediksi optimum respon serempak berdasarkan rata-rata maupun rasio S/N. Dari kedua prediksi optimum dipilih kombinasi level faktor berdasarkan rasio S/N yaitu A1, B2, C1 dengan nilai prediksi rata-rata respon CaO = 71.52%, CO2 = 1866.25 ppm . Prediksi rasio S/N CaO = 37.09 dan CO2 = -65.42.
Dipilihnya kombinasi tersebut diatas dengan pertimbangan aspek perbaikan kualitas dan lingkungan, dimana pada nilai prediksi kadar CaO = 71.52% masih diterima di pasar, akan tetapi mengkonstribusikan dampak terhadap lingkungan berupa emisi CO2 yang lebih sedikit berkisar 1866,25 ppm masih jauh dibawah rata-rata emisi CO2 pada saat pengkondisian percobaan sebesar 1948,33 ppm. Adapun dari aspek variabilitas baik CaO maupun CO2 hanya memiliki selisih yang sangat kecil berkisar 0.06 untuk CaOdan 0.41 untuk CO2 sehingga tidak begitu signifikan perbedaannya. Pada akhirnya diharapkan akan didapatkan desain yang robust atau tidak sensitif terhadap lingkungan namun ramah terhadap lingkungan.
7. Analisa Estimasi Saving
Kondisi saat sekarang yang dilakukan oleh para pengusaha kapur aktif di Sentra Industri Kapur Aktif Desa Pongangan dan Suci menggunakan jenis bahan baku baik putih kekuningan ataupun putih kecoklatan (A1&2), jenis bahan pembakar berupa kayu lapis ataupun kayu pejal/padatan (B1&2), ukuran partikel batu
antara 20 cm sampai dengan 50 cm (C1&2). Dari survey yang diperoleh rata-rata kadar CaO dengan kombinasi level faktor diatas berkisar 67%, padahal untuk masuk dipasar industri mensaratkan kadar CaO minimal 70%. Dengan biaya produksinya mencapai Rp. 6.150.000 per sekali pembakaran, harga jual mencapai Rp. 7.200.000 sehingga keuntungannya sebesar Rp. 1.050.000.
Dengan mengkombinasikan level faktor optimum akan didapatkan prediksi rata-rata kadar CaO = 71.52 %. Harga jualnya Rp. 410/kg apabila dalam sekali pembakaran menghasilkan 24.000 kg maka total harga jualnya Rp. 9.840.000. Walaupun biaya produksi sedikit lebih mahal Rp. 8.125.000 dikarenakan beberapa persyaratan pemilihan bahan baku, bahan bakar dan ukuran partikel akan tetapi keuntungan yang didapatkan bisa mencapai Rp. 1.715.000 per sekali pembakaran belum lagi ditambah dengan proses produksi yang lebih akrab terhadap lingkungan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kadar CaO dan parameter CO2 , dapat ditarik beberapa kesimpulan berupa;
1.
Aspek lingkungan yang memberikan konstribusi dampak signifikan terhadap lingkungan berdasarkan skoring BAPEDAL berada pada proses pembakaran.
2.
Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel respon CaO dan CO2 adalah ;
a). Untuk variabel respon CaO : jenis bahan pembakar dan ukuran partikel batu kapur
b). Untuk variabel respon CO2 : ukuran partikel batu kapur
3.
Besar konstribusi dari faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas produk adalah :
a). Untuk variabel respon CaO : jenis bahan pembakar 4,71% dan ukuran partikel batu
kapur 92,5%
b). Untuk variabel respon CO2 : ukuran partikel batu kapur 53,96%
4.
Melalui prosedur TOPSIS, kombinasi level faktor dominan yang menghasilkan kualitas terbaik dan variabilitas terendah adalah jenis bahan baku berwarna putih kekuningan, jenis bahan pembakar berupa kayu pejal/padatan, ukuran pertikel batu kapur (CaCO3) sebesar ±20-30cm.
5.
Hasil dari setting level faktor optimal respon serempak berupa jenis bahan baku berwarna putih kekuningan, jenis bahan pembakar berupa kayu pejal/padatan, ukuran pertikel batu kapur (CaCO3) sebesar ± 20-30cm selain bisa menaikkan kualitas CaO menjadi 71.52%, dapat mengurangi dampak CO2 menjadi 1866.25 ppm, dan dapat diperoleh keuntungan sebesar Rp. 1.715.000 per sekali pembakaran.
6.
Beberapa kendala yang ditemui saat perancangan mutu proses adalah pemilihan/pemilahan bahan baku dan bahan pembakar, pemasukan bahan pembakar ke dapur tungku yang dilakukan secara manual. Selain itu juga desain tungku yang dapat mempengaruhi tingkat kehilangan panas (Heat Loss) pada saat proses pembakaran berlangsung.
2. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut serta kepada para pengusaha kapur aktif di Sentra Industri Desa Pongangan dan Desa Suci adalah;
1.
Disarankan kepada para pengusaha untuk mengubah kombinasi level faktor yang selama ini dilakukan dengan desain kombinasi baru
berupa; jenis material yang digunakan adalah putih kekuningan, jenis bahan pembakar berupa kayu padatan/pejal, dan ukuran partikel batu kapur yang digunakan ± 20-30 cm.
2.
Untuk penelitian dengan obyek yang sama disarankan untuk lebih memper timbangkan setting faktor yang pembedaan levelnya hanya dibedakan secara visual saja karena akan menyulitkan pengkondisian/kontrol juga terkait dengan ketelitian sehingga memicu tingginya error.
3.
Disarankan pada penelitian yang akan datang untuk melakukan eksperimen konfirmasi untuk membuktikan penetapan kombinasi level faktor pada eksperimen awal adalah akurat dan valid.
4.
Diduga dari hasil penelitian ini bahwasanya setting faktor berupa desain tungku ikut berpengaruh terhadap respon, karena itu disarankan untuk penelitian yang akan datang untuk memasukkan faktor tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Ridad., 1998, Pemanasan Global dan Antisipasi Dampaknya Pada Perubahan Pola Sebar Penyakit Menular., Manusia, Kesehatan dan Lingkungan.
Astuti, Septin Puji., 2004, Evaluasi konsep produk lampu dalam proses desain dan pengembangan produk dengan pendekatan green quality function deployment (GQFD) II, Thesis- ITS.
Boynton, Robert S., 1980, Chemistry and Technology of Lime and Limestone, A Wiley-Interscience Publication.
Bratasida, Liana., 1998, Prospek Pengembangan Sistem Manajemen Lingkungan di Indonesia, Kursus Auditor Lingkungan 1998.
Burall, Paul., 1991, Green Design. The Design Council of United Kingdom.
Curran, Mary Ann., 1996. Environmental Life Cycle Assessment. Mc Graw Hill.
Dong, Chensong., Zhang, Chuck., dan Wang, Ben, 2001, Intergation of Green Quality Function Deployment and Fuzzy Multiatributte Utility Theory-based Cost Estimation for Environmentally Conscious Product Development, International Journal of Environmentally Consccious Design & Manufacturing.
Hundal, Mahendra., 2000. Design for Recycling and Manufacturing. International Design Conference – Design 2000.
Hunkeler, David., Rebitzer, Gerald., dan Inaba, Atsushi., 2003. Environmental Performance Indicators and Application of Life Cycle Thinking to Product Development and Corporate Management. International Journal Life Cycle Assessment.
Hwang., Chen., 1992, Fuzzy Multiple Attribute Decision Making ; Methods and Applications, Springer Vetlag, New York.
Iriawan, Nur., Astuti, Septin Puji., 2006, Mengolah Data Statistik Dengan Mudah Menggunakan Minitab 14, Andi Offset.
Karlsson, Mårten., 2001.Green Concurrent Engineering, A Model for DFE Management Programs. Doctoral Dissertation, The International for Industrial Environmental Economics Internationella Miljőinstitutet, LUND University, Swedia.
Karasik A., 2001, Economic Implication of The Kyoto Protocol Cost & Benefit Analysis to in The Kyoto Protocol., http://www.student.carleton.edu/w/wongs.econimplie.html
Leksono, Eko Budi., 2003, Penentuan kombinasi level faktor optimal yang berpengaruh pada kualitas produk dengan metode taguchi berdasarkan respon teknis pada analisis quality function deployment, Thesis-ITS.
Markaban, Ibnu., 2005, Analisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya serap air dan susut kering genteng dengan metode taguchi multi respon, Skripsi-ITS.
Mgana, Shaaban Mrisho., 2003, Towards Sustainable and Robust Community on-site Domestic Wastewater Treatment, International Publication of Environment.
Montgomery, Douglas C., 1991, Design and Analysis of Experiments, John Wiley & Sons, Inc.
Oates J.A.H., 1998, Lime and Limestone, Chemistry and Technology, Production and Uses, Wiley-Vch.
Ross, Phillip J., 1996, Taguchi Techniques for Quality Engineering, 2nd-ed.
Roy, Ranjit K., 2001, Design of Experiments Using The Taguchi Approach, John Wiley & Sons, Inc.
Setyowati,Vincent., 2002, Aplikasi Taguchi Multi Respon Untuk Perbaikan Kualitas Botol Produk Dragon 30 ml, Skripsi-ITS.
Sholeh, Muhammad., 2003, Aplikasi robust desain untuk meningkatkan kualitas batu kapur (CaO), Skripsi-UNMU Gresik.
Suhandoko, Edi., Peningkatan kualitas dengan metode taguchi dalam rangka cleaner production, Skripsi-ITS.
Suratmo, F Gunawan., 1993, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press.
Taguchi, Genichi., Chowdhury, Subir., Taguchi Shin., Robust Engineering, Mc.Graw-Hill.
Tong, Lee-Ing., Su, Chao-Ton., 1995, Optimizing Multi-Response Problems in The Taguchi Method by Fuzzy Multiple Attribute Decision Making, Journal Quality and Reliability Engineering International.
Unal, Resit., Dean, Edwin., 1991, Taguchi Approach to Design Optimization for Quality and Cost :An Overview, International Conference of Society of Parametric Analysis.
Wijayanto,Yogik Hari., 2005, Pengukuran Kinerja Lingkungan Dengan Mengintegrasikan Manajemen Lingkungan & IEPMS, Skripsi-ITS.
Zhang, Y., Wang, H-P., Zhang, C., 1999. Green QFD – II : Life Cycle Approach for Environmentally Conscious Manufacturing by Integrating LCA and LCC into QFD Matrics. International Journal Production Research.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar